| DATA PRIBADI | |
| Kewarganegaran : | Indonesia | 
| Tempat, Tanggal Lahir : | Jombang Jawa Timur, 4 Agustus 1940 | 
| Istri : | Sinta Nuriyah | 
| Anak : | 1. Alissa   Qotrunnada Munawaroh (P) | 
| ALAMAT | |
| Rumah : | Jl. Warung   Silah No. 10, Ciganjur | 
| PENDIDIKAN | |
| 1966-1970 | Universitas   Baghdad, Irak | 
| 
 | 
 | 
| 1964-1966 | Al Azhar   University, Cairo, Mesir | 
| 1959-1963 | Pesantren Tambak Beras, Jombang, Jawa Timur, Indonesia | 
| 1957-1959 | Pesantren Tegalrejo, Magelang, Jawa Tengah, Indonesia | 
| JABATAN | |
| 1998-Sekarang | Partai   Kebangkitan Bangsa, Indonesia | 
| 2004-Sekarang | The WAHID   Institute, Indonesia | 
| 2000-Sekarang | Pengurus   Besar Nahdlatul Ulama, Indonesia | 
| 2002-Sekarang | Universitas   Darul Ulum, Jombang, Jawa Timur, Indonesia | 
| PENGALAMAN JABATAN | |
| 1999-2001 | Presiden Republik Indonesia | 
| 1989-1993 | Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat RI | 
| 1987-1992 | Ketua Majelis Ulama Indonesia | 
| 1984-2000 | Ketua Dewan Tanfidz PBNU | 
| 1980-1984 | Katib Awwal PBNU | 
| 1974-1980 | Sekretaris Umum Pesantren Tebu Ireng | 
| 1972-1974 | Fakultas   Ushuludin Universitas Hasyim Ashari, Jombang | 
| PENGALAMAN ORGANISASI | |
| 2003 | Gerakan   Moral Rekonsiliasi Nasional | 
| 2002 | Solidaritas   Korban Pelanggaran HAM | 
| 1990 | Forum   Demokrasi | 
| 1986-1987 | Festifal   Film Indonesia | 
| 1982-1985 | Dewan   Kesenian Jakarta | 
| 1965 | Himpunan   Pemuda Peladjar Indonesia di Cairo - United Arab Republic  (Mesir) | 
| AKTIVITAS INTERNASIONAL | |
| 2003-Sekarang | Non   Violence Peace Movement, Seoul, Korea Selatan | 
| 2003-Sekarang | International   Strategic Dialogue Center, Universitas Netanya,  Israel | 
| 2003-Sekarang | International   Islamic Christian Organization for Reconciliation and  Reconstruction (IICORR),   London, Inggris | 
| 2002-Sekarang | International   and Interreligious Federation for World Peace  (IIFWP), New York, Amerika   Serikat | 
| 2002 | Association   of Muslim Community Leaders (AMCL), New York, Amerika  Serikat | 
| 1994-Sekarang | Shimon   Perez Center for Peace, Tel Aviv, Israel | 
| 1994-1998 | World   Conference on Religion and Peace (WCRP), New York, Amerika  Serikat | 
| 1994 | International   Dialogue Project for Area Study and Law, Den Haag,  Belanda | 
| 1980-1983 | The Aga   Khan Award for Islamic Architecture | 
| PENGHARGAAN | |
| 2004 | Anugrah Mpu Peradah, DPP Perhimpunan Pemuda Hindu Indonesia, Jakarta, Indonesia | 
| 2004 | The Culture of Peace Distinguished Award 2003, International Culture of Peace Project Religions for Peace, Trento, Italia | 
| 2003 | Global Tolerance Award, Friends of the United Nations, New York, Amerika Serikat | 
| 2003 | World Peace Prize Award, World Peace Prize Awarding Council (WPPAC), Seoul, Korea Selatan | 
| 2003 | Dare to Fail Award , Billi PS Lim, penulis buku paling laris "Dare to Fail", Kuala Lumpur, Malaysia | 
| 2002 | Pin Emas NU, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Jakarta, Indonesia. | 
| 2002 | Gelar Kanjeng Pangeran Aryo (KPA), Sampeyan dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Pakubuwono XII, Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia | 
| 2001 | Public Service Award, Universitas Columbia , New York , Amerika Serikat | 
| 2000 | Ambassador of Peace, International and Interreligious Federation for World peace (IIFWP), New York, Amerika Serikat | 
| 2000 | Paul Harris Fellow, The Rotary Foundation of Rotary International | 
| 1998 | Man of The Year, Majalah REM, Indonesia | 
| 1993 | Magsaysay Award, Manila , Filipina | 
| 1991 | Islamic Missionary Award , Pemerintah Mesir | 
| 1990 | Tokoh 1990, Majalah Editor, Indonesia | 
| DOKTOR KEHORMATAN | |
| 2003 | Netanya University , Israel | 
| 2003 | Konkuk University, Seoul, South Korea | 
| 2003 | Sun Moon University, Seoul, South Korea | 
| 2002 | Soka Gakkai University, Tokyo, Japan | 
| 2000 | Thammasat University, Bangkok, Thailand | 
| 2001 | Asian Institute of Technology, Bangkok, Thailand | 
| 2000 | Pantheon Sorborne University, Paris, France | 
| 1999 | Chulalongkorn University, Bangkok, Thailand | 
| HOBI | |
| Mendengarkan dan menyaksikan pagelaran Wayang Kulit. | |
| Mendengarkan musik, terutama lagu-lagu karya Beethoven berjudul Symphony No. 9 th, Mozart dalam 20 th piano concerto, Umm Khulsum dari Mesir, Janis Joplin dan penyanyi balada Ebiet G. Ade. | |
| Mengamati pertandingan sepak bola, terutama liga Amerika latin dan liga Eropa. | |
| Mendengarkan audio book, terutama mengenai sejarah dan biografi. | |
| Abdurrahman Wahid telah menghasilkan beberapa buah buku. Hingga saat ini dia terus menulis kolom di sejumlah surat kabar. Selain itu, dia masih aktif memberikan ceramah kepada publik di dalam maupun luar negeri. (By www.Gusdur.net) Lain Dulu,Lain SekarangOleh: KH. Abdurrahman Wahid* Ketika bangsa Indonesia berdiri, ada sebuah hal yang sangat menarik,yaitu istilah "merdeka". Dengan kata yang digunakan dalam penggunaan berbeda-beda,maka didapat beberapa arti dan makna. Kata merdeka berarti lepas atau bebas. Sekarang ini, kata merdeka itu juga digunakan oleh pihak keamanan, seperti merdeka dari penahanan atau bisa diartikan bebas. Namun,kata merdeka lebih dari bebas. Bagi sebuah bangsa, merdeka berarti lepas dari penjajahan. Kata ini digunakan untuk menunjukkan kepada kemandirian politik, ekonomi,maupun lain-lainnya. Merdeka secara ekonomi, berarti sama sekali tidak bergantung kepada negara lain dalam segala hal. Secara politik, berarti lepas dari penjajahan pihak lain. Contohnya, lepasnya Indonesia dari pen-jajahan kolonial Belanda sehingga bangsa kita mampu segera mengembangkan budaya politik, ekonomi, dan lainnya sendiri. Kalimat seperti negara A mampu memelihara kemerdekaan yang dicapainya, baik melalui perang maupun dengan cara berunding, merujuk kepada aspek-aspek kemerdekaan itu. Inilah yang digunakan oleh Undang-Undang Dasar 1945 kita. Ketika almarhum Raja Ali Haji dari Riau mengubah buku Tata Bahasa Melayu, maka dengan sengaja ia telah "memerdekakan" bahasa Melayu dari bahasa Belanda.Buku ini menjadi cikal-bakal lahirnya bahasa Indonesia.Lahirnya bahasa Melayu sebagai lingua franca, menjadi cikal-bakal dari tumbuhnya kesadaran suku-suku yang ada di nusantara untuk membangun sebuah ikatan kebangsaan. Hal ini terlihat dengan berdirinya Boedi Oetomo (BO), yang menjadi salah satu bangunan inti kebangsaan kita. Meski demikian, semangat menjadi satu bangsa ini telah tampak dalam sejarah kita sejak abad ke-8.Padahal,Kerajaan Majapahit sendiri baru lahir di tahun 1293 Masehi. Pada abad ke-8 Masehi, seorang agamawan Budha dari Tiongkok bernama Fahien telah melaporkan adanya semangat menghargai perbedaan di Sriwijaya,Sumatera Selatan. Dua abad setelahnya, orang-orang Sriwijaya menyerbu Pulau Jawa melalui pela-buhan lama Pekalongan. Dalam perjalanan mendaki Gunung Dieng,mereka ditemui oleh orang-orang Kalingga Hindu. Orang-orang Hindu itu tidak diapa-apakan. Pasukan Sriwijaya tersebut melanjutkan sampai di daerah Muntilan,yang sekarang ini menjadi bagian Kabupaten Magelang. Di sana mereka membangun candi yang dinamakan Borobudur. Sebagian mereka tinggal di Borobudur dan sebagian lagi menuju kawasan Yogyakarta sekarang. Di kawasan baru itu, mereka dirikan Kerajaan Kalingga Budha dan mendirikan Prambanan, sebuah candi Hindu-Budha yang segera dimusuhi oleh orang Hindu maupun orang Budha. Mereka menganggapnya sebagai agama "campur- aduk". Di bawah pimpinan Prabu Darmawangsa, mereka berpindah dari Prambanan ke Kediri. Dua abad kemudian, mereka berpindah lagi ke Kerajaan Singasari di Utara kota Malang sekarang.Di sana orang-orang Hindu-Budha itu mendirikan Kerajaan Majapahit di dukung oleh angkatan laut Cina, yang waktu itu hampir seluruhnya memeluk agama Islam. Dari sini kita dapat melihat bahwa asas kebangsaan itu tidak dapat digantikan oleh apa pun. Namun, sekarang lahir kelompok-kelompok fundamentalis yang mengajak kita semua meninggalkan semangat kebangsaan yang telah mempersatukan kita sebagai bangsa sejak berabad-abad yang lalu. Sebenarnya, setelah dikuatkan oleh UUD 1945,kita telah bertekad mencapai kemerdekaan politik, ekonomi, pendidikan, dan lain-lain. Hal ini seharusnya senantiasa kita ingat sebagai bagian penting dari sejarah kita sebagai bangsa. Inilah modal bangsa kita untuk merengkuh kehidupan masa depan, bukan? Sumber: seputar-indonesia.com, Jakarta,19 Mei 2009 Sebuah Era dengan Kejadian-Kejadian PentingPada tahun 1919, HOS Tjokroaminoto bertemu tiap hari Kamis siang di Kota Surabaya dengan dua saudara sepupunya. Mereka adalah KH M Hasjim As'yari dari Pondok Pesantren Tebuireng di Jombang dan KH A Wahab Chasbullah.Tjokroaminoto disertai menantunya Soekarno, yang kemudian hari disebut Bung Karno. Mereka mendiskusikan hubungan antara ajaran agama Islam dan semangat kebangsaan/ nasionalisme. Terkadang hadir HM Djojosoegito, anak saudara sepupu keduanya, yang kemudian hari (tahun 1928) mendirikan Gerakan Ahmadiyah. Dari kenyataan-kenyataan di atas dapat dipahami mengapa Nahdlatul Ulama didirikan tahun 1926, selalu mempertahankan gerakan tersebut. Di kemudian hari, seluruh gerakan Islam itu dimasukkan ke elemen gerakan yang berupaya memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Itu adalah perkembangan sejarah. Ada generasi kedua dalam jajaran pendiri negeri kita, yaitu Kahar Muzakir dari PP Muhammadiyah, KH Abdul Wahid Hasyim dari NU, dan HM Djojosoegito (pendiri gerakan Ahmadiyah). Tiga sepupu yang lahir di bawah generasi KH M Hasjim As'yari itu banyak jasanya bagi Indonesia. Mereka banyak mengisi kegiatan menuju kemerdekaan negeri kita. Setelah wafatnya Djojosoegito, muncul letupan keinginan membubarkan Ahmadiyah,tanpa mengenang jasajasa gerakan itu di atas. Padahal dalam jangka panjang,jasa-jasa itu akan diketahui masyarakat kita. Dalam melakukan kegiatan,mereka tidak pernah kehilangan keyakinan. Apa yang mereka lakukan hanya untuk kepentingan Indonesia merdeka.Karena itu,segala macam perbedaan pandangan dan kepentingan mereka disisihkan.Mereka mengarahkan tujuan bagi Indonesia. Mereka terus menjaga kesinambungan gerakan yang ada,guna memungkinkan lahirnya sebuah kekuatan yang terus menggelorakan perjuangan. Hingga kemudian,NU melahirkan sebuah media pada 1928yangdinamai SoearaNU. Hal itu dilakukan guna memantapkan upaya yang ada.Pondok Pesantren Tebuireng Jombang dipakai untuk kepentingan tersebut. Dalam nomor perdana majalah Soeara NU, KH Hasjim As'yari menyatakan bahwa ia menerima penggunaan rebana dan beduk untuk keperluan memanggil salat. Namun, dia menolak penggunaan kentungan kayu. Menurutnya, penggunaan beduk dan rebana didasarkan pada sesuatu yang dilakukan Nabi Muhammad SAW.Sementara penggunaan kentungan kayu tidak ada dasarnya.Hal ini disanggah oleh orang kedua NU waktu itu, yaitu KH Faqih dari Pondok Pesantren Maskumambang di Gresik. Hal itu dimuat sebagai artikel balasan dalam media "Soeara NU"edisi selanjutnya.KH Faqih menyatakan, "Apakah KH Hasyim lupa pada dasar pembentukan hukum dalam NU, yaitu Alquran,hadis, ijmak,dan qiyas?" Segera setelah itu, KH Hasyim As'yari mengumpulkan para ulama dan santri senior di Masjid Tebuireng. Dia menyuruh dibacakan dua artikel di atas.Kemudian, dia mengatakan, mereka boleh menggunakan pendapat dari KH Faqih Maskumambang asalkan kentungan tidak dipakai di Masjid Pondok Pesantren Tebuireng itu. Terlihat di sini betapa antara para ulama NU itu terdapat sikap saling menghormati meski berbeda pendirian. Hal inilah yang harus kita teladani dalam kehidupan nyata. Penerimaan akan perbedaan pandangan sudah berjalan semenjak Fahien memulai pengamatannya atas masyarakat Budha di Sriwijaya dalam abad ke-6. Prinsip ini masih terus berlanjut hingga sekarang di negeri kita dan hingga masa yang akan datang. Sudah pasti kemerdekaan kita harus dilaksanakan dengan bijaksana dan justru digunakan untuk lebih mengokohkan perdamaian dunia. Karena itu, diperlukan kemampuan meletakkan perdamaian dalam penyusunan politik luar negeri,yang diiringi dengan tujuan memperjuangkan kepentingan bersama. Bukankah dengan demikian menjadi jelas bagi kita bahwa menerima perbedaan pendapat dan asal-muasal bukanlah tanda kelemahan, melainkan menunjukkan kekuatan. Bukankah kekuatan kita sebagai bangsa terletak dalam keberagaman yang kita miliki? Marilahkitabangunbangsadankita hindarkan pertikaian yang sering terjadi dalam sejarah. Inilah esensi tugas kesejarahan kita, yang tidak boleh kita lupakan sama sekali.(*) Sumber: Seputar Indonesia , Selasa 21 April 2009 | |
Selasa, 12 Januari 2010
ABDURRAHMAN WAHID (Gus Dur)
Profil
Langganan:
Posting Komentar (Atom)

 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar